BSSN: 79.439 Akun Alami Kebocoran Data
Zulkifli Fahmi
Selasa, 14 Desember 2021 12:15:38
MURIANEWS, Jakarta – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat ada 79.439 akun yang mengalami kebocoran data pada 2020. Kebocoran itu disebabkan beberapa hal.
Itu diungkapkan Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Anton Setiyawan dalam Kegiatan Edukasi dan Literasi Keamanan Informasi Sektor Media yang disiarkan secara daring, Selasa (14/12/2021).
Dijelaskan dia, berdasarkan top
six malware stealer, tren kasus itu disebabkan Russian Password Stealer sebanyak 44.531 akun, Vidar Stealer 13.280 (akun), AzorUlt Botnet (11.617 akun), Smoke Loader (2.839 kasus), Raccoon Stealer (2.467 akun) dan Predator Stealer (1.600 akun).
“Dinamikanya kadang tidak disadari. Dari sekian ratus juta anomali yang terjadi mungkin tidak terungkap banyak terjadi insiden keamanan siber,” katanya dikutip
MURIANEWS dari YouTube BSSN.
“Itu hanya dari malware stealer saja,” imbuhnya.
Menurutnya, malware tersebut mengancam dan tidak terlihat. Jika tidak menarapkan keamanan yang baik maka akan terkena. Sebab, ancaman itu tidak akan terlihat karena berjalan secara tersembunyi di dalam network.
Baca juga: Masih Berlangsung, Edukasi dan Literasi Keamanan InformasiIa menjelaskan, transformasi digital dan globalisasi yang lebih mengutamakan kecepatan daripada keamanan yang menjadi penyebab banyaknya kasus serangan siber.
Ia menjelaskan, transformasi digital dan globalisasi yang lebih mengutamakan kecepatan daripada keamanan yang menjadi penyebab banyaknya kasus serangan siber.Selain itu, fakta yang dihadapi juga bagaimana kolaborasi multi-stakeholder dibangun memengaruhi kerentanan serangan siber. Menurutnya, jika makin berkompromi makan pencegahan serangan siber bisa dilakukan.Kemudian, kapabilitas SDM, dominasi teknologi asing dan literasi budaya di masyarakat yang masih rendah memengaruhi kerentanan serangan siber.“Gap kapabilitas SDM di asia pasifik sangat jauh. Selain itu, banyaknya platform yang masih menggunakan asing, data kita akhirnya diambil. dan literasi yang rendah, ketika itu rendah, responnya tidak tepat,” katanya.Dengan lima faktor tersebut masih terjadi, maka tantangannya adalah kejahatannya semakin tinggi. Sebab, modal yang dikeluarkan penjahat siber sedikit, tapi hasilnya banyak.“Contoh kasus scammer hanya bermodalkan 20 juta SMS phising, direspon 30 ribu tapi kerugiannya 875 miliar. penggunaan teknologi mudah, cost kecil tapi dampaknya makin tinggi,” jelasnya. Penulis: Zulkifli FahmiEditor: Zulkifli Fahmi
[caption id="attachment_258339" align="alignleft" width="1280"]

Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Anton Setiyawan. (YouTube/BSSN)[/caption]
MURIANEWS, Jakarta – Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat ada 79.439 akun yang mengalami kebocoran data pada 2020. Kebocoran itu disebabkan beberapa hal.
Itu diungkapkan Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Keamanan Siber dan Sandi BSSN, Anton Setiyawan dalam Kegiatan Edukasi dan Literasi Keamanan Informasi Sektor Media yang disiarkan secara daring, Selasa (14/12/2021).
Dijelaskan dia, berdasarkan top
six malware stealer, tren kasus itu disebabkan Russian Password Stealer sebanyak 44.531 akun, Vidar Stealer 13.280 (akun), AzorUlt Botnet (11.617 akun), Smoke Loader (2.839 kasus), Raccoon Stealer (2.467 akun) dan Predator Stealer (1.600 akun).
“Dinamikanya kadang tidak disadari. Dari sekian ratus juta anomali yang terjadi mungkin tidak terungkap banyak terjadi insiden keamanan siber,” katanya dikutip
MURIANEWS dari YouTube BSSN.
“Itu hanya dari malware stealer saja,” imbuhnya.
Menurutnya, malware tersebut mengancam dan tidak terlihat. Jika tidak menarapkan keamanan yang baik maka akan terkena. Sebab, ancaman itu tidak akan terlihat karena berjalan secara tersembunyi di dalam network.
Baca juga: Masih Berlangsung, Edukasi dan Literasi Keamanan Informasi
Ia menjelaskan, transformasi digital dan globalisasi yang lebih mengutamakan kecepatan daripada keamanan yang menjadi penyebab banyaknya kasus serangan siber.
Selain itu, fakta yang dihadapi juga bagaimana kolaborasi multi-stakeholder dibangun memengaruhi kerentanan serangan siber. Menurutnya, jika makin berkompromi makan pencegahan serangan siber bisa dilakukan.
Kemudian, kapabilitas SDM, dominasi teknologi asing dan literasi budaya di masyarakat yang masih rendah memengaruhi kerentanan serangan siber.
“Gap kapabilitas SDM di asia pasifik sangat jauh. Selain itu, banyaknya platform yang masih menggunakan asing, data kita akhirnya diambil. dan literasi yang rendah, ketika itu rendah, responnya tidak tepat,” katanya.
Dengan lima faktor tersebut masih terjadi, maka tantangannya adalah kejahatannya semakin tinggi. Sebab, modal yang dikeluarkan penjahat siber sedikit, tapi hasilnya banyak.
“Contoh kasus scammer hanya bermodalkan 20 juta SMS phising, direspon 30 ribu tapi kerugiannya 875 miliar. penggunaan teknologi mudah, cost kecil tapi dampaknya makin tinggi,” jelasnya.
Penulis: Zulkifli Fahmi
Editor: Zulkifli Fahmi