Mahfud MD: Putusan Penundaan Pemilu oleh PN Jakpus Sensasi Berlebihan
Murianews
Jumat, 3 Maret 2023 09:42:54
Bahkan Mahfud juga mempertanyakan vonis kalah KPU atas gugatan Partai Prima yang dilayangkan ke PN Jakpus dalam perkara perdata. Mahfud menilai vonis itu tidak masuk akal.
”Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” kata Mahfus dalam akun isntagramnya yang dikutip
Murianews.com, Jumat (3/3/2023).
Baca: Gaduh Soal Penundaan Pemilu, Jimly Asshiddiqie: Hakim PN Jakpus Layak Dicopot Karena itu, Mahfud pun mengajak KPU untuk melakukan upaya banding atas putusan PN Jakpus tersebut. bahkan secara hukum dia memastikan KPU menang.
”Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut,” ungkapnya.
Mahfud pun memberikan beberapa alasan hukum hingga KPU bisa memang dalam upaya banding nantinya.
Menurutnya, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri.
Menurutnya, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri.”Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN,” katanya.
Baca: KPU Nyatakan Banding Atas Putusan Penundaan Pemilu oleh PN JakpusAlasan selanjutnya, kata Mahfud, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN.”Menurut saya, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU,” terang Mahfud. Penulis: Cholis AnwarEditor: Cholis Anwar
Murianews, Jakarta – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut jika putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan penundaan pemilu, merupakan sensasi berlebihan.
Bahkan Mahfud juga mempertanyakan vonis kalah KPU atas gugatan Partai Prima yang dilayangkan ke PN Jakpus dalam perkara perdata. Mahfud menilai vonis itu tidak masuk akal.
”Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” kata Mahfus dalam akun isntagramnya yang dikutip
Murianews.com, Jumat (3/3/2023).
Baca: Gaduh Soal Penundaan Pemilu, Jimly Asshiddiqie: Hakim PN Jakpus Layak Dicopot
Karena itu, Mahfud pun mengajak KPU untuk melakukan upaya banding atas putusan PN Jakpus tersebut. bahkan secara hukum dia memastikan KPU menang.
”Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut,” ungkapnya.
Mahfud pun memberikan beberapa alasan hukum hingga KPU bisa memang dalam upaya banding nantinya.
Menurutnya, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum. Kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri.
”Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi yang memutus harus Bawaslu tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN,” katanya.
Baca: KPU Nyatakan Banding Atas Putusan Penundaan Pemilu oleh PN Jakpus
Alasan selanjutnya, kata Mahfud, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN.
”Menurut saya, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU,” terang Mahfud.
Penulis: Cholis Anwar
Editor: Cholis Anwar