Kamis, 20 November 2025


Jimly mengatakan, putusan penghentian tahapan pemilu adalah ranah hukum pemilu dan bukan kewenangan pengadilan perdata. Sementara dalam perkara yang diajukan oleh partai prima itu adalah perkara perdata.

”Secara umum kita tidak boleh menilai putusan hakim karena kita harus menghormati peradilan. Tapi ini keterlaluan. Hakimnya layak dipecat. Bikin malu,” ujar Jimly mengutip Kompas.com, Jumat (3/3/2023).

Baca: KPU Nyatakan Banding Atas Putusan Penundaan Pemilu oleh PN Jakpus

Putusan pengadilan, tegas Jimly, seharusnya dilawan dengan upaya hukum berupa banding dan bila perlu sampai kasasi ketika dinilai tidak tepat. Namun, Jimly mengakui harus berkomentar keras atas putusan perdata PN Jakarta Pusat terkait gugatan Prima ini.

”Ini contoh buruk profesionalisme dan penghayatan hakim terhadap peraturan perundangan. MA dan KY harus turun tangan. Ini (hakimnya) pantas dipecat,” tegas Jimly.

Menurutnya, hakim PN Jakpus dalam perkara gugatan Prima soal verifikasi partai politik peserta Pemilu 2024 ini mencampuradukkan hukum perdata dan hukum administrasi.

”Ini campur aduk, antara perdata dan masalah administrasi. Hukum administrasi dan tata negara tidak bisa dia bedakan. Juga, soal perbuatan melawan hukum yang harus dipahami benar, (ini) oleh penguasa yang bertindak tidak adil kepada rakyat atau yang biasa. Ini dia tidak memahami,” papar Jimly.Baca:Heboh Putusan PN Jakpus Kabulkan Gugatan Partai Prima untuk Menunda PemiluBahkan, lanjut dia, hakim dalam perkara ini telah ikut campur pada persoalan pemilu yang sama sekali bukan kewenangannya dan bukan urusannya.”Ketika amar putusannya mengubah jadwal tahapan, yang bisa berdampak ataupun tidak pada penundaan pemilu, (itu) tetap bukan kewenangan pengadilan perdata untuk memutuskannya,” ujar Jimly. Penulis: Cholis AnwarEditor: Cholis AnwarSumber: Kompas.com

Baca Juga

Komentar

Terpopuler