Ketua MK Anwar Usman mengarakan, gugatan yang diajukan oleh penggugat dinilainya tidak beralasan.
”Dengan demikian permohonan pemohon tak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Anwar, mengutip
, Selasa (31/1/2023).
Sementara Hakim MK Wahiduddin Adams mengatakan, ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan bukan berarti menghambat atau menghalangi kebebasan setiap orang untuk memilih agama dan kepercayaannya.
”Kaidah pengaturan dalam norma Pasal 2 Ayat (1) adalah perihal perkawinan yang sah menurut agama dan kepercayaan, bukan mengenai hak untuk memilih agama dan kepercayaan,” ujarnya.
Wahiduddin menegaskan, pilihan untuk memeluk agama dan kepercayaan tetap menjadi hak masing-masing orang untuk memilih, menganut, dan meyakininya, sebagaimana dijamin Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945.
Selain itu, MK juga menilai bahwa tidak ada perubahan keadaan dan kondisi atau perkembangan baru terkait persoalan konstitusionalitas keabsahan dan pencatatan perkawainan.
Atas dasar itu, MK berpandangan tidak ada urgensi bagi MK untuk bergeser dari pendirian pada putusan-putusan sebelumnya.”Mahkamah tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya,” kata Wahiduddin. Penulis: Cholis AnwarEditor: Cholis AnwarSumber: CNNIndonesia.com
Murianews, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak keseluruhan gugatan uji materi atau
judicial review Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terkait pernikahan beda agama yang dilayangkan oleh E Ramos Petege.
Ketua MK Anwar Usman mengarakan, gugatan yang diajukan oleh penggugat dinilainya tidak beralasan.
”Dengan demikian permohonan pemohon tak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Anwar, mengutip
CNNIndonesia.com, Selasa (31/1/2023).
Sementara Hakim MK Wahiduddin Adams mengatakan, ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan bukan berarti menghambat atau menghalangi kebebasan setiap orang untuk memilih agama dan kepercayaannya.
Baca: Viral Pernikahan Beda Agama di Semarang, Wamenag: Tidak Tercatat di KUA
”Kaidah pengaturan dalam norma Pasal 2 Ayat (1) adalah perihal perkawinan yang sah menurut agama dan kepercayaan, bukan mengenai hak untuk memilih agama dan kepercayaan,” ujarnya.
Wahiduddin menegaskan, pilihan untuk memeluk agama dan kepercayaan tetap menjadi hak masing-masing orang untuk memilih, menganut, dan meyakininya, sebagaimana dijamin Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945.
Selain itu, MK juga menilai bahwa tidak ada perubahan keadaan dan kondisi atau perkembangan baru terkait persoalan konstitusionalitas keabsahan dan pencatatan perkawainan.
Baca: Viral Perempuan Berhijab Laksanakan Pernikahan Beda Agama di Gereja
Atas dasar itu, MK berpandangan tidak ada urgensi bagi MK untuk bergeser dari pendirian pada putusan-putusan sebelumnya.
”Mahkamah tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya,” kata Wahiduddin.
Penulis: Cholis Anwar
Editor: Cholis Anwar
Sumber: CNNIndonesia.com