Kamis, 20 November 2025

Tidak sedikit yang menilai jika sistem proporsional terbuka yang saat ini dilakukan, justru membuat praktik korupsi semakin menggila. Sebab, biaya politik yang dikeluarkan untuk mencalonkan diri sangat tinggi, sehingga para calon meghimpun dana agar bisa kembali.

Pandangan itu seperti yang dikatakan oleh Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Pemerintahan (Pushan) Oce Madril. Dia mengatakan, konstitusi sebenarnya tidak mengatur mengenai sistem pemilu apa yang harus diterapkan.

BacaMuhammadiyah Minta Elite Politik Tak Pecah Belah Bangsa Saat Pemilu 2024

"Jadi, pilihan sistem pemilu, apakah proporsional terbuka atau tertutup merupakan kebijakan hukum terbuka. Kedua sistem itu pun pernah diterapkan di Indonesia,” ujar Oce Madril, mengutip Sindonews.com, Kamis (5/1/2023).

Menurutnya, yang harus diingat bahwa ada implikasi dari setiap pilihan sistem pemilu itu. Misalnya, sistem proporsional terbuka dengan mencoblos caleg menitikberatkan pada individu, sehingga setiap caleg berlomba-lomba untuk dapat terpilih dan mengeluarkan biaya banyak.

Dia menilai hal tersebut menyebabkan politik berbiaya sangat tinggi (high cost politics). Dia menuturkan, banyak riset telah dilakukan yang menyimpulkan rata-rata pengeluaran caleg DPR mencapai angka Rp4 miliar dan bahkan ada yang menghabiskan sampai Rp20 miliar.

"Biaya tinggi yang harus dikeluarkan caleg tersebut untuk membiayai berbagai kebutuhan kampanye agar dapat meraih suara sebanyak-banyaknya," ungkap Madril.
"Biaya tinggi yang harus dikeluarkan caleg tersebut untuk membiayai berbagai kebutuhan kampanye agar dapat meraih suara sebanyak-banyaknya," ungkap Madril.Para caleg bakal bertarung dengan caleg dari partai lain dan bahkan akan gontok-gontokan dengan caleg dalam satu partai. Selain berbiaya tinggi, sistem pemilu itu juga dinilai memicu konflik.BacaSistem Pemilu Proporsional Tertutup, PKB: Sempat Ada Dorongan dari PDIP"Oleh karena orientasinya adalah meraih suara sebanyak-banyaknya, maka berbagai intrik dilakukan termasuk melakukan praktik politik uang (money politics)," ucap Madril.Dia berpendapat, pemilu yang berbiaya mahal berkorelasi dengan tingginya tingkat korupsi di sebuah negara. Rumusnya sederhana karena biaya (modal) yang harus dikeluarkan caleg sangat mahal, maka ketika terpilih rentan melakukan korupsi untuk mengembalikan modal biaya pemilu dan menyiapkan modal baru agar dapat terpilih di pemilu berikutnya.Penulis: Cholis AnwarEditor: Cholis AnwarSumber: Sindonews.com

Baca Juga

Komentar