Soal Perppu Cipta Kerja, AHY: Esensi Demokrasi Diacuhkan
Murianews
Selasa, 3 Januari 2023 13:03:51
Sebab, Perpu ini diterbitkan justru pada saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang (UU) Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, sehingga harus diperbaiki oleh pemerintah. Waktu perbaikannya pun diberikan selama dua tahun.
Namun, belum selesai perbaikan dilakukan, pemerintah justru menerbitkan Perppu tersebut dengan alasan kebutuhan mendesak. Mutlak, perbaikan UU Cipta Kerja yang digadang menjadi lebih baik dan pro terhadap rakyat pun kandas.
Baca: Buruh Nilai Perppu Cipta Kerja Hanya Untungkan PemodalTerkait hal ini, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai jika Perppu Cipta Kerja itu sama sekali tidak menaati hukum. Bahkan esensi demokrasi dalam hal ini diacuhkan oleh pemerintah.
Sebab, keluarnya Perppu Cipta Kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif.
”Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah, dengan masalah,” terang AHY, Selasa (3/1/2023).
Menurutnya, Perppu Cipta Kerja ini tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya. Selain terbatasnya pelibatan publik, sejumlah elemen masyarakat sipil juga mengeluhkan terbatasnya akses terhadap materi UU selama proses revisi.
Menurutnya proses yang diambil tidak tepat dan tidak ada argumen kegentingan yang tampak dalam Perppu tersebut.
Baca: Jokowi Siap Jelaskan ke Masyarakat Terkait Perppu Cipta Kerja”Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui Perppu. Jika alasan penerbitan Perppu harus ada ihwal kegentingan memaksa, maka argumen kegentingan ini tidak tampak di Perppu ini. Bahkan, tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu ini dengan materi UU sebelumnya,” jelas AHY.Terakhir AHY mengingatkan agar pemerintah jangan sampai terjerumus ke dałam lubang yang sama.“Terbukti, pasca terbitnya Perppu ini, masyarakat dan kaum buruh masih berteriak dan menggugat lagi tentang skema upah minimum, aturan outsourcing, PKWT, aturan PHK, TKA, skema cuti, dan lainnya. Mari terus belajar,” tutupnya. Penulis: Cholis AnwarEditor: Cholis Anwar
Murianews, Jakarta – Presiden Jokowi telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Penerbitan Perppu ini banyak menuai polemik di masyarakat, termasuk elite politik.
Sebab, Perpu ini diterbitkan justru pada saat Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa Undang-Undang (UU) Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, sehingga harus diperbaiki oleh pemerintah. Waktu perbaikannya pun diberikan selama dua tahun.
Namun, belum selesai perbaikan dilakukan, pemerintah justru menerbitkan Perppu tersebut dengan alasan kebutuhan mendesak. Mutlak, perbaikan UU Cipta Kerja yang digadang menjadi lebih baik dan pro terhadap rakyat pun kandas.
Baca: Buruh Nilai Perppu Cipta Kerja Hanya Untungkan Pemodal
Terkait hal ini, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menilai jika Perppu Cipta Kerja itu sama sekali tidak menaati hukum. Bahkan esensi demokrasi dalam hal ini diacuhkan oleh pemerintah.
Sebab, keluarnya Perppu Cipta Kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif.
”Lagi-lagi, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite. Janganlah kita menyelesaikan masalah, dengan masalah,” terang AHY, Selasa (3/1/2023).
Menurutnya, Perppu Cipta Kerja ini tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya. Selain terbatasnya pelibatan publik, sejumlah elemen masyarakat sipil juga mengeluhkan terbatasnya akses terhadap materi UU selama proses revisi.
Menurutnya proses yang diambil tidak tepat dan tidak ada argumen kegentingan yang tampak dalam Perppu tersebut.
Baca: Jokowi Siap Jelaskan ke Masyarakat Terkait Perppu Cipta Kerja
”Setelah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, jelas MK meminta perbaikan melalui proses legislasi yang aspiratif, partisipatif dan legitimate. Bukan justru mengganti UU melalui Perppu. Jika alasan penerbitan Perppu harus ada ihwal kegentingan memaksa, maka argumen kegentingan ini tidak tampak di Perppu ini. Bahkan, tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu ini dengan materi UU sebelumnya,” jelas AHY.
Terakhir AHY mengingatkan agar pemerintah jangan sampai terjerumus ke dałam lubang yang sama.
“Terbukti, pasca terbitnya Perppu ini, masyarakat dan kaum buruh masih berteriak dan menggugat lagi tentang skema upah minimum, aturan outsourcing, PKWT, aturan PHK, TKA, skema cuti, dan lainnya. Mari terus belajar,” tutupnya.
Penulis: Cholis Anwar
Editor: Cholis Anwar