11 Pasal KUHP Baru yang Ancam Kebebasan Pers
Murianews
Jumat, 9 Desember 2022 07:40:54
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zulkifli mencatat, ada 11 pasal dalam KUHP baru yang mengancam kebebasan pers dan wartawan dalam melakukan kerja jurnalistik.
”Sejumlah pasal dalam UU KUHP tersebut sungguh mengancam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi kini menghadapi upaya pembungkaman,” jelasnya, dikutip dari
Kompas.com, Jumat (9/12/2022).
Baca: Pengesahan RKUHP Hanya 18 Anggota DPR yang Hadir Secara FisikMenurutnya, kerja media sebagai upaya untuk memenuhi informasi kepada masyarakat, melakukan kontrol pemerintahan dan melakukan kritik yang membangun, akan lumpuh dengan adanya pasal-pasal bermasalah dalam KUHP yang baru itu.
Bahkan, lanjutnya, ada beberapa pasal yang justru dapat mengebiri demokrasi Indonesia. Sehingga tidak ayal apabila banyak elemen masyarakat dan lembaga lain yang turut melakukan penolakan setelah KUHP tersebut disahkan menjadi UU.
”Salah satunya dengan memastikan tidak adanya kriminalisasi terhadap wartawan. Perlindungan itu dibutuhkan agar wartawan dapat bebas menjalankan tugasnya dalam mengawasi, melakukan kritik, koreksi, dan memberikan saran-saran terhadap hal- hal yang berkaitan dengan kepentingan umum untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan,” ungkap Arif.
Pihaknya mengaku, Dewan Pers telah menyusun daftar inventaris masalah ketika KUHP masih dirancang, khususnya soal pasal-pasal krusial yang mengancam pers. Dewan Pers juga menyarankan reformulasi 11 kluster dan 17 pasal dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, sebagai upaya mencegah kriminalisasi.
Baca: KUHP Baru Tidak Langsung Berlaku, Tapi Menunggu 3 Tahun Lagi”Namun masukan yang telah diserahkan ke pemerintah dan DPR tidak memperoleh feedback,” ujar Arif.
Berikut 11 pasal dalam KUHP yang berpotensi membungkam kebebasan pers:
1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran komunisme/marxisme-leninisme.
2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara.4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.7. Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.10. Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.11. Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan. Penulis: Cholis AnwarEditor: Cholis AnwarSumber: Kompas.com
Murianews, Jakarta – Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang disahkan oleh DPR RI pada Selasa (6/12/2022) masih tuai polemik. Sebab, dalam undang-undang (UU) itu masih terdapat beberapa pasal yang dinilai mengancam kebebasan pers.
Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers Arif Zulkifli mencatat, ada 11 pasal dalam KUHP baru yang mengancam kebebasan pers dan wartawan dalam melakukan kerja jurnalistik.
”Sejumlah pasal dalam UU KUHP tersebut sungguh mengancam kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi kini menghadapi upaya pembungkaman,” jelasnya, dikutip dari
Kompas.com, Jumat (9/12/2022).
Baca: Pengesahan RKUHP Hanya 18 Anggota DPR yang Hadir Secara Fisik
Menurutnya, kerja media sebagai upaya untuk memenuhi informasi kepada masyarakat, melakukan kontrol pemerintahan dan melakukan kritik yang membangun, akan lumpuh dengan adanya pasal-pasal bermasalah dalam KUHP yang baru itu.
Bahkan, lanjutnya, ada beberapa pasal yang justru dapat mengebiri demokrasi Indonesia. Sehingga tidak ayal apabila banyak elemen masyarakat dan lembaga lain yang turut melakukan penolakan setelah KUHP tersebut disahkan menjadi UU.
”Salah satunya dengan memastikan tidak adanya kriminalisasi terhadap wartawan. Perlindungan itu dibutuhkan agar wartawan dapat bebas menjalankan tugasnya dalam mengawasi, melakukan kritik, koreksi, dan memberikan saran-saran terhadap hal- hal yang berkaitan dengan kepentingan umum untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan,” ungkap Arif.
Pihaknya mengaku, Dewan Pers telah menyusun daftar inventaris masalah ketika KUHP masih dirancang, khususnya soal pasal-pasal krusial yang mengancam pers. Dewan Pers juga menyarankan reformulasi 11 kluster dan 17 pasal dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kemerdekaan pers, sebagai upaya mencegah kriminalisasi.
Baca: KUHP Baru Tidak Langsung Berlaku, Tapi Menunggu 3 Tahun Lagi
”Namun masukan yang telah diserahkan ke pemerintah dan DPR tidak memperoleh feedback,” ujar Arif.
Berikut 11 pasal dalam KUHP yang berpotensi membungkam kebebasan pers:
1. Pasal 188 yang mengatur tentang tindak pidana penyebaran atau pengembangan ajaran komunisme/marxisme-leninisme.
2. Pasal 218, Pasal 219, dan Pasal 220 yang mengatur tindak pidana penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.
3. Pasal 240 dan Pasal 241 yang mengatur tindak pidana penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara.
4. Pasal 263 yang mengatur tindak pidana penyiaran atau penyebarluasan berita atau pemberitahuan bohong.
5. Pasal 264 yang mengatur tindak pidana kepada setiap orang yang menyiarkan berita yang tidak pasti, berlebih-lebihan, atau yang tidak lengkap.
6. Pasal 280 yang mengatur tentang gangguan dan penyesatan proses peradilan.
7. Pasal 300, Pasal 301, dan Pasal 302 yang memuat tentang tindak pidana terhadap agama dan kepercayaan.
8. Pasal 436 yang mengatur tindak pidana penghinaan ringan.
9. Pasal 433 mengatur tindak pidana pencemaran.
10. Pasal 439 mengatur tindak pidana pencemaran orang mati.
11. Pasal 594 dan Pasal 595 mengatur tindak pidana penerbitan dan pencetakan.
Penulis: Cholis Anwar
Editor: Cholis Anwar
Sumber: Kompas.com