Kamis, 20 November 2025


MURIANEWS, Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta agar pasal santet atau ilmu gaib yang ada dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dihapus. Dikhawatirkan, hal ini akan berimbas pada ulama yang bisa mengobati orang sakit.

Wakil Ketua Komisi Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Neng Djubaedah mengatakan, banyak ulama yang diminta untuk menyembuhkan orang sakit, padahal bukan dokter. Tetapi setelah mendapatkan doa dari ulama, orang yang sakit itu bisa sembuh.

”MUI khawatir ulama tersebut justru dituduh sebagai tukang sihir, padahal dalam Surat Yunus ayat 57 dan Al-Isra' ayat 82 ditegaskan bahwa Alquran dapat menjadi penyembuh,” ujar Neng, dikutip dari CNNIndonesia.com, Kamis (13/10/2022).

Baca: Wamenkumham Serahkan Draf RKUHP ke DPR, Ada 632 Pasal

Dalam draf RKUHP tersebut, tepatnya pada pasal 252 memuat dua ayat. Dalam ayat pertama, setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Kemudian pada ayat dua berbunyi, Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).

Di sisi lain, Neng mendukung pasal tentang penodaan agama tetap diatur dalam RKUHP. Pasal penodaan agama itu tertuang dalam pasal 302 RKUHP mengancam penista agama dengan hukuman penjara hingga 5 tahun. Sanksi denda pun membayangi pelaku hal tersebut.
Baca: Geger Bungkusan Diduga Pelet di Makam Kudus, Ini Tanggapan Kemenag”Mengenai penodaan agama, MUI mengusulkan pasal ini tetap. Banyak muslim yang masih merasa tidak enak hati bila agamanya dinodai,” ujarnya.Pihaknya juga mengusulkan pasal terkait kohebitasi atau kumpul kebo agar hukumannya lebih diperberat. MUI menilai hukuman enam bulan untuk kohebitasi, sementara pelaku zina dijerat satu tahun.”Itu akan membuat masyarakat lebih memilih melakukan kohebitasi daripada zina karena hukumannya lebih ringan,” kata dia. Penulis: Cholis AnwarEditor: Cholis AnwarSumber: CNNIndonesia.com

Baca Juga

Komentar

Terpopuler