menyatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Penambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen, berlaku mulai 1 April tahun ini. Pemberlakuan itu diklaim sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terkait tarif PPN.
Sri Mulyani menilai, penerimaan negara saat ini menjadi salah satu aspek penting untuk mendongkrak perekonomian, terutama untuk mencapai target Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain itu juga untuk membantu menunjang kebutuhan berbagai kebutuhan yang disubsidi oleh pemerintah.
Dengan adanya UU HPP tersebut, negara bisa mendapatkan penerimaan dari berbagai pos, seperti pajak penghasilan (PPh) dan PPN. Apalagi, PPN dilihat masih ada ruang untuk menambah pendapatan negara.
“Kami naikkan hanya 1 persen. Kami paham bahwa fokus sekarang ini pemulihan ekonomi. Namun, fondasi pajak yang kuat harus mulai dibangun," ujarnya, dikutip dari
, Selasa (22/3/2022).
Sri Mulyani menyebut bahwa PPN sangat berkaitan dengan kemampuan konsumsi masyarakat. Sehingga hal itu menjadi alasan pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial untuk menjaga tingkat konsumsi masyarakat, khususnya lapisan bawah.
, Ekonom CORE Piter Abdullah mengatakan, kenaikan tarif PPN yang saat ini 10 persen menjadi 11 persen akan berdampak pada harga barang yang sudah pasti naik. Dimana kenaikan harga barang menjadi salah satu pemicu terjadinya inflasi."Menurut saya begitu (ditunda dulu kenaikan PPN). Paling cepat tahun depan (dinaikan). Menaikkan
di tengah pemulihan ekonomi sekarang ini tidak tepat. Apalagi saat ini inflasi dalam tren meningkat dan kenaikan PPN akan menambah tekanan inflasi. Ini juga bisa membuat daya beli masyarakat turun yang ujungnya pemulihan ekonomi tertahan," terang Piter. Penulis: Cholis AnwarEditor: Cholis AnwarSumber:
[caption id="attachment_214480" align="alignleft" width="880"]

Tangkapan layar-- Menteri Keuangan Sri Mulyani[/caption]
MURIANEWS, Jakarta- Menteri Keuangan (Menkeu)
Sri Mulyani menyatakan bahwa kenaikan tarif Pajak Penambahan Nilai (PPN) sebesar 11 persen, berlaku mulai 1 April tahun ini. Pemberlakuan itu diklaim sudah sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) terkait tarif PPN.
Sri Mulyani menilai, penerimaan negara saat ini menjadi salah satu aspek penting untuk mendongkrak perekonomian, terutama untuk mencapai target Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain itu juga untuk membantu menunjang kebutuhan berbagai kebutuhan yang disubsidi oleh pemerintah.
Dengan adanya UU HPP tersebut, negara bisa mendapatkan penerimaan dari berbagai pos, seperti pajak penghasilan (PPh) dan PPN. Apalagi, PPN dilihat masih ada ruang untuk menambah pendapatan negara.
“Kami naikkan hanya 1 persen. Kami paham bahwa fokus sekarang ini pemulihan ekonomi. Namun, fondasi pajak yang kuat harus mulai dibangun," ujarnya, dikutip dari
bisnis.com, Selasa (22/3/2022).
Sri Mulyani menyebut bahwa PPN sangat berkaitan dengan kemampuan konsumsi masyarakat. Sehingga hal itu menjadi alasan pemerintah untuk menyalurkan bantuan sosial untuk menjaga tingkat konsumsi masyarakat, khususnya lapisan bawah.
Baca: Harta Melimpah Deddy Corbuzier, Sri Mulyani: Harusnya Bayar Pajak 35 Persen
Sementara dilansir dari
CNBCIndonesia.com, Ekonom CORE Piter Abdullah mengatakan, kenaikan tarif PPN yang saat ini 10 persen menjadi 11 persen akan berdampak pada harga barang yang sudah pasti naik. Dimana kenaikan harga barang menjadi salah satu pemicu terjadinya inflasi.
"Menurut saya begitu (ditunda dulu kenaikan PPN). Paling cepat tahun depan (dinaikan). Menaikkan
PPN di tengah pemulihan ekonomi sekarang ini tidak tepat. Apalagi saat ini inflasi dalam tren meningkat dan kenaikan PPN akan menambah tekanan inflasi. Ini juga bisa membuat daya beli masyarakat turun yang ujungnya pemulihan ekonomi tertahan," terang Piter.
Penulis: Cholis Anwar
Editor: Cholis Anwar
Sumber:
Bisnis.com,
CNBCIndonesia.com