Rabu, 19 November 2025


MURIANEWS, Jakarta – Kekhawatiran pada lonjakan Covid di Indonesia masih muncul. Bahkan, lonjakannya disebut bisa lebih parah dari sebelumnya, meski cakupan vaksinasi sudah tinggi.

Seperti diketahui, lonjakan kasus Covid di Indonesia pernah terjadi di awal 2021 dan juga pada periode Juni-Juli 2021. Mobilitas saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) serta Idul Fitri disebut menjadi penyebabnya.

Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia Hermawan Saputra mengatakan mobilitas masyarakat yang makin meningkat bisa jadi akar penularan yang masif di lingkungan masyarakat. Lebih lagi, Kebijakan pemerintah yang tak lagi mempresentasikan kampanye jaga jarak.

Melansir CNN Indonesia, Rabu (3/11/2021), Hermawan menyebut ledakan kasus covid-19 yang berpotensi terjadi di Indonesia ini juga bisa lebih parah dari pada lonjakan kasus sebelumnya, seperti yang terjadi pada awal 2021, dan juga pada periode Juni-Juli 2021 lalu.

Baca juga: Jelang Nataru, Pemerintah Siapkan Aturan Pencegah Lonjakan Covid

Kendati program vaksinasi nasional telah menyentuh 50 persen lebih untuk pemberian dosis pertama, dan sebagian orang sudah memiliki kekebalan alamiah pasca terinfeksi. Namun Hermawan melihat kondisi itu masih belum bisa menyelamatkan Indonesia sepenuhnya dari kondisi 'kacau' akibat potensi serangan covid-19.

Apalagi capaian vaksinasi bagi kelompok rentan seperti warga lanjut usia (lansia) masih rendah. Data Kementerian Kesehatan per 2 November pukul 18.00 WIB menyebutkan baru 8.723.505 orang lansia yang telah menerima suntikan dosis pertama vaksin virus corona. Sementara itu, 5.393.636 orang lansia telah rampung menerima dua dosis suntikan vaksin covid-19 di Indonesia.
Baca juga: Lonjakan Covid-19 Masih Menghantui, Ini Saran PakarDengan demikian, target vaksinasi pemerintah dari total sasaran 21.553.118 orang baru menyentuh 40,47 persen dari sasaran vaksinasi yang menerima suntikan dosis pertama. Sedangkan suntikan dosis kedua baru berada di angka 25,02 persen.“Semisal pada lansia, kalau yang tervaksin hanya 50 persennya, kemudian potensi proteksi optimal hanya separuhnya. Maka kalau itu terjadi lonjakan, mortality rate kita bisa sangat besar. Bisa jadi kalau prevalensi rendah dan angka kesakitan rendah, tapi angka kematian kita akan tinggi,” ujar Hermawan.“Dan jangan sampai, sewaktu-waktu kita mendapatkan bumerang karena kita sudah mengingatkan, tapi kita begitu terlena saat ini,” imbuhnya. Penulis: Zulkifli FahmiEditor: Zulkifli FahmiSumber: CNN Indonesia

Baca Juga

Komentar