Diduga Langgar Kode Etik, Jaksa KPK yang Taruh Bendera 'HTI' di Meja Kerja Dilaporkan
Murianews
Senin, 4 Oktober 2021 14:19:49
MURIANEWS, Jakarta – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (
MAKI) melaporkan terduga jaksa KPK yang memasang
bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di mejanya. Pelaporan itu menyusul polemik bendera yang dipasang Jaksa yang bertugas di KPK. Dia dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman melaporkan it uke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejagung Amir Yanto. Boyamin mengasumsikan dari keterangan KPK bila bendera itu ditemukan di lantai 10 di mana menjadi ruang kerja bidang penuntutan KPK.
Di bidang itu, diketahui KPK mendapatkan sumber daya dari Kejagung. Dengan asumsi itu, Boyamin melaporkan terduga jaksa yang berkaitan dengan bendera tersebut ke Korps Adhyaksa.
Baca juga:
Pegawai KPK Nonaktif Dianggap Berhak Jadi ASN“Bahwa atas polemik bendera tersebut, patut diduga jaksa yang bertugas di KPK pembawa atau penyimpan bendera tersebut patut diduga telah melanggar kode etik jaksa dan diduga melanggar disiplin PNS sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS,” ucap Boyamin dalam keterangannya, dikutip dari
Detikcom, Senin (4/10/2021).
“Bahwa meskipun dugaan jaksa yang sedang bertugas di KPK namun Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung tetap berwenang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik jaksa di mana pun bertugas,” imbuhnya.
Pelaporan yang dibikin Boyamin itu berdasarkan Kode Etik Jaksa, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, Sumpah Jabatan, serta Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Dia berharap laporannya itu segera diproses.
“Berdasarkan hal-hal tersebut, kami menyampaikan permohonan dilakukan pemeriksaan sesuai tata acara di Jamwas Kejagung dan apabila ditemukan fakta, unsur, dan bukti dugaan pelanggaran kode etik maka kepada yang bersangkutan diberikan sanksi sesuai derajat pelanggaran atas peristiwa tersebut,” kata Boyamin.
Diketahui, soal bendera HTI di meja kerja KPK, kembali menjadi geger jagat maya. Mulanya, seorang tenaga keamanan atau satpam bernama Iwan Ismail tiba-tiba mengaku dipecat KPK gara-gara memotret bendera yang disebutnya bendera HTI di salah satu ruang kerja di KPK.
Peristiwa itu terjadi sekitar September 2019, di mana kala itu KPK masih dipimpin Agus Rahardjo, Alexander Marwata, Basaria Pandjaitan, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang. Sedangkan pimpinan KPK saat ini, yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron, baru dilantik pada Desember 2019.
Foto yang diambil itu diduga berasal dari Lantai 10 Gedung Merah Putih KPK, yang merupakan zona terlarang untuk didokumentasikan. Sebab di sanalah para jaksa KPK bekerja. Larangan mengambil foto di lantai itu karena terdapat banyak berkas rahasia terkait dengan tugas para jaksa KPK.Dari foto yang beredar, terlihat ada bendera dengan latar belakang putih dengan tulisan berwarna hitam. Bendera itu diduga merupakan Al Liwa, yaitu bendera dengan tulisan 'tauhid' pada zaman Rasulullah SAW.Adapun bendera serupa, yaitu dengan latar belakang hitam dengan tulisan putih, disebut dengan 'Ar-Rayah'. Bendera-bendera ini kerap diidentikkan dengan HTI meski sebenarnya berbeda.Iwan Ismail sendiri mengaku foto bendera itu hendak dilaporkannya ke atasannya di KPK saat itu. Namun Iwan Ismail terlebih dahulu menyebarkannya ke grup WhatsApp eksternal.KPK sendiri sudah memberikan penjelasan perkara yang bikin ribut itu. Melalui Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menerangkan tindakan yang dilakukan mantan petugas satpam KPK tindakan ilegal.Ali mengatakan pegawai tersebut sengaja menyebarkan hoaks ke pihak eksternal sehingga memperburuk citra KPK. Dengan itu, pegawai tersebut dinyatakan melakukan pelanggaran berat, sesuai dengan pasalnya.“Sehingga disimpulkan bahwa yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar (bohong) dan menyesatkan ke pihak eksternal. Hal tersebut kemudian menimbulkan kebencian dari masyarakat yang berdampak menurunkan citra dan nama baik KPK,” kata Ali.“Perbuatan-perbuatan ini termasuk kategori pelanggaran berat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 huruf s Perkom Nomor 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK,” tambahnya. Penulis: Zulkifli FahmiEditor: Zulkifli FahmiSumber:
Detikcom
[caption id="attachment_239330" align="alignleft" width="1280"]

Ilustrasi KPK. (MURIANEWS/Istimewa)[/caption]
MURIANEWS, Jakarta – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (
MAKI) melaporkan terduga jaksa KPK yang memasang
bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di mejanya. Pelaporan itu menyusul polemik bendera yang dipasang Jaksa yang bertugas di KPK. Dia dilaporkan atas dugaan pelanggaran kode etik.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman melaporkan it uke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Kejagung Amir Yanto. Boyamin mengasumsikan dari keterangan KPK bila bendera itu ditemukan di lantai 10 di mana menjadi ruang kerja bidang penuntutan KPK.
Di bidang itu, diketahui KPK mendapatkan sumber daya dari Kejagung. Dengan asumsi itu, Boyamin melaporkan terduga jaksa yang berkaitan dengan bendera tersebut ke Korps Adhyaksa.
Baca juga:
Pegawai KPK Nonaktif Dianggap Berhak Jadi ASN
“Bahwa atas polemik bendera tersebut, patut diduga jaksa yang bertugas di KPK pembawa atau penyimpan bendera tersebut patut diduga telah melanggar kode etik jaksa dan diduga melanggar disiplin PNS sebagaimana diatur Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS,” ucap Boyamin dalam keterangannya, dikutip dari
Detikcom, Senin (4/10/2021).
“Bahwa meskipun dugaan jaksa yang sedang bertugas di KPK namun Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung tetap berwenang melakukan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran etik jaksa di mana pun bertugas,” imbuhnya.
Pelaporan yang dibikin Boyamin itu berdasarkan Kode Etik Jaksa, Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, Sumpah Jabatan, serta Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Dia berharap laporannya itu segera diproses.
“Berdasarkan hal-hal tersebut, kami menyampaikan permohonan dilakukan pemeriksaan sesuai tata acara di Jamwas Kejagung dan apabila ditemukan fakta, unsur, dan bukti dugaan pelanggaran kode etik maka kepada yang bersangkutan diberikan sanksi sesuai derajat pelanggaran atas peristiwa tersebut,” kata Boyamin.
Diketahui, soal bendera HTI di meja kerja KPK, kembali menjadi geger jagat maya. Mulanya, seorang tenaga keamanan atau satpam bernama Iwan Ismail tiba-tiba mengaku dipecat KPK gara-gara memotret bendera yang disebutnya bendera HTI di salah satu ruang kerja di KPK.
Peristiwa itu terjadi sekitar September 2019, di mana kala itu KPK masih dipimpin Agus Rahardjo, Alexander Marwata, Basaria Pandjaitan, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang. Sedangkan pimpinan KPK saat ini, yaitu Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nawawi Pomolango, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron, baru dilantik pada Desember 2019.
Foto yang diambil itu diduga berasal dari Lantai 10 Gedung Merah Putih KPK, yang merupakan zona terlarang untuk didokumentasikan. Sebab di sanalah para jaksa KPK bekerja. Larangan mengambil foto di lantai itu karena terdapat banyak berkas rahasia terkait dengan tugas para jaksa KPK.
Dari foto yang beredar, terlihat ada bendera dengan latar belakang putih dengan tulisan berwarna hitam. Bendera itu diduga merupakan Al Liwa, yaitu bendera dengan tulisan 'tauhid' pada zaman Rasulullah SAW.
Adapun bendera serupa, yaitu dengan latar belakang hitam dengan tulisan putih, disebut dengan 'Ar-Rayah'. Bendera-bendera ini kerap diidentikkan dengan HTI meski sebenarnya berbeda.
Iwan Ismail sendiri mengaku foto bendera itu hendak dilaporkannya ke atasannya di KPK saat itu. Namun Iwan Ismail terlebih dahulu menyebarkannya ke grup WhatsApp eksternal.
KPK sendiri sudah memberikan penjelasan perkara yang bikin ribut itu. Melalui Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menerangkan tindakan yang dilakukan mantan petugas satpam KPK tindakan ilegal.
Ali mengatakan pegawai tersebut sengaja menyebarkan hoaks ke pihak eksternal sehingga memperburuk citra KPK. Dengan itu, pegawai tersebut dinyatakan melakukan pelanggaran berat, sesuai dengan pasalnya.
“Sehingga disimpulkan bahwa yang bersangkutan sengaja dan tanpa hak telah menyebarkan informasi tidak benar (bohong) dan menyesatkan ke pihak eksternal. Hal tersebut kemudian menimbulkan kebencian dari masyarakat yang berdampak menurunkan citra dan nama baik KPK,” kata Ali.
“Perbuatan-perbuatan ini termasuk kategori pelanggaran berat, sebagaimana tertuang dalam Pasal 8 huruf s Perkom Nomor 10 Tahun 2016 tentang Disiplin Pegawai dan Penasihat KPK,” tambahnya.
Penulis: Zulkifli Fahmi
Editor: Zulkifli Fahmi
Sumber:
Detikcom