Jumat, 21 November 2025


MURIANEWS, Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak untuk membatalkan keputusan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pemberhentian dengan hormat 57 pegawai KPK yang tak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) per 30 September nanti.

Desakan itu datang dari Amnesty International Indonesia (AII). Di mana menurut Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid, keputusan pemecatan itu mengabaikan temuan Ombudsman RI dan Komnas HAM. Sebelumnya, dua lembaga itu menilai implementasi TWK sebagai alih status pegawai KPK menjadi ASN itu terdapat malaadministrasi hingga pelanggaran HAM.

“Keputusan ini mengabaikan rekomendasi dari Komnas HAM maupun Ombudsman RI dan juga menunjukkan ketidakpedulian pimpinan KPK terhadap hak asasi pegawai-pegawainya, terutama yang tidak lulus TWK,” ujar Usman dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (17/9/2021).

Menurutnya, Ombudsman RI telah menyatakan terjadi penyalahgunaan wewenang, pelanggaran administrasi, dan pelanggaran prosedur dalam penyusunan kebijakan dan pelaksanaan TWK. Lembaga pengawas penyelenggaraan pelayanan publik itu meminta KPK melaksanakan tindakan korektif termasuk mengalihkan status 75 pegawai KPK menjadi ASN.

Adapun tindakan korektif itu bersifat sukarela, tidak bersifat 'memaksa' sebagaimana rekomendasi. Namun KPK keberatan untuk menjalankan tindakan korektif dimaksud.

Sebelumnya, Ombudsman RI mengungkapkan telah mengirim rekomendasi ke Jokowi dan Ketua DPR RI, Puan Maharani. Berdasarkan UU Ombudsman RI, rekomendasi wajib dilaksanakan.

Sementara, Komnas HAM menyimpulkan terdapat 11 bentuk pelanggaran HAM dalam proses alih status pegawai lembaga antirasuah melalui metode asesmen TWK. Beberapa di antaranya yakni hak atas keadilan dan kepastian hukum, hak perempuan, hak untuk tidak didiskriminasi, hingga hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Sejumlah rekomendasi Komnas HAM ke Jokowi yakni meminta status 75 pegawai KPK dipulihkan sehingga dapat diangkat menjadi ASN. Selain itu, Komnas HAM meminta Jokowi membina seluruh pejabat kementerian/lembaga yang terlibat dalam proses penyelenggaraan asesmen TWK pegawai KPK.

Usman menilai, pimpinan KPK telah arogan karena tidak mengindahkan temuan dari dua lembaga negara dimaksud. Di sisi lain, pemerintah, seharusnya mempunyai tanggung jawab. Namun, sejauh ini telah membiarkan sikap pimpinan KPK tersebut.
“Pengabaian temuan lembaga negara independen seperti menunjukkan arogansi pimpinan KPK dan ketidakmauan pemerintah untuk memperbaiki pelanggaran yang jelas-jelas terjadi.” kata dia.Usman berpendapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) terkait alih status pegawai KPK itu tidak menggugurkan temuan dari Ombudsman RI dan Komnas HAM. Putusan MK dan MA hanya sebatas pada norma, tidak menyasar implementasi TWK yang faktanya penuh dengan masalah.“Pimpinan KPK tidak dapat menggunakan putusan-putusan tersebut untuk membenarkan tindakan mereka. Presiden pun tidak dapat berlindung di balik putusan tersebut sebagai alasan untuk berdiam diri. Sebaliknya, pengabaian terhadap rekomendasi Komnas HAM justru menunjukkan arogansi dan ketidakpedulian terhadap HAM,” terang Usman.“Karena itu, kami kembali mendesak Presiden Jokowi untuk menjalankan rekomendasi Ombudsman RI dan Komnas HAM dan memulihkan status pegawai KPK yang diperlakukan tidak adil dalam proses dan hasil akhir TWK,” pungkasnya.Sebelumnya, KPK menyatakan 57 pegawai yang dinyatakan tak lolos TWK alih status menjadi ASN diberhentikan per 30 September 2021. Enam orang pegawai di antaranya adalah mereka yang tak mau mengikuti diklat bela negara. Adapun Jokowi sudah buka suara menyikapi polemik di internal lembaga antirasuah.“Jangan apa-apa ditarik ke Presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan,” kata Jokowi dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Rabu (15/9). Penulis: Zulkifli FahmiEditor: Zulkifli FahmiSumber: CNN Indonesia

Baca Juga

Komentar

Terpopuler