Rabu, 19 November 2025


MURIANEWS, Jakarta – Seluruh fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI tidak akan terburu-buru menyikapi wacana amandemen terbatas UUD 1945. Itu dikemukakan Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKB Jaziul Fawaid.

Jazuli menyadari situasi pandemi Covid-19 yang masih melanda di Indonesia lebih urgen ketimbang persoalan amandemen. Dengan demikian, penanganan Covid-19 masih harus difokuskan lebih dahulu.

“Saya melihat kondisi Covid-19 saya yakin semua fraksi tidak akan terburu-buru. Karena yang diharapkan masyarakat itu sekarang ini bagaimana kita semua selamat dari pandemi dan dampak pandemi, urusan amandemen itu bukan urusan yang urgen,” kata Jazilul dikutip dari Suara.com, Kamis (19/8/2021).

Kendati begitu, Jazilul mengemukakan persoalan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) harus tetap dikaji oleh MPR. Sebab, itu merupakan rekomendasi MPR yang lama dan pimpinan MPR yang baru telah menyetujui kajian itu.

“Tapi kalau saya lihat secara pribadi masyarakat ini ya menangani pandemi,” kata Jazilul.

Terkait sikap PKB sendiri, Jazilul selaku Wakil Ketua Umum mengatakan intsruksi dari ketua umum sejauh ini ialah fokus membantu penanganan pandemi.

“Dalam bulan-bulan ini PKB sesuai instruksi ketua umum fokus kepada membantu masyarakat menangani pandemi Covid-19, jadi amandemen bukan prioritas,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Habib Aboe Bakar Al-Habsy, menilai rencana MPR untuk melakukan amandemen terbatas UUD 1945 di saat situasi pandemi bukanlah hal yang tepat. Mengingat kondisi rakyat sedang susah dan berduka.

Melihat kondisi di lapangan, banyak masyarakat sedang berjuang dan bertahan hidup di tengah himpitan ekonomi akibat dampak dari pandemi Covid-19. Belum lagi, mereka yang ditinggal wafat sanak saudara akibat terpapar Covid-19.

“Jika saat ini membahas amandemen UUD 1945 seolah tidak peka dengan situasi ini, apalagi ketika yang dibahas adalah penambahan masa jabatan presiden. Jika dipaksakan rakyat tentu akan melihat ada pihak yang lebih mementingkan kekuasaan dari pada nasib rakyat,” kata Aboe, Kamis (19/8/2021).

Aboe pun mengingatkan, seharusnya fokus yang dilakukan adalah upaya penanganan pandemi dari pada memikirkan amandemen. Mulai penanganan di sisi kesehatan atau penanganan dalam upaya memulihkan ekonomi rakyat.

“Dari pada membahas amandemen UUD 1945, lebih urgen jika saat ini kita menyiapkan roadmap jangka panjang penanganan Covid-19. Karena kita pahami Salus populi suprema lex esto, keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Jadi tidak ada yang lebih penting dari pada keselamatan rakyat, ini harus kita pegang teguh,” tutur Aboe.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet menyebut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bukan kitab suci. Dengan kata lain, bukan hal tabu adanya amandemen sebagai upaya penyempurnaan. Sebab, menurut Bamsoet konstitusi akan terus berkembang menyesuaikan kebutuhan zaman.“Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang bukanlah kitab suci, karenanya tidak boleh dianggap tabu jika ada kehendak untuk melakukan penyempurnaan. Secara alamiah, konstitusi akan terus berkembang sesuai dengan dinamika dan kebutuhan masyarakatnya,” kata Bamsoet dalam pidato memperingati Hari Konstitusi dan Hari Lahir MPR, Rabu (18/8/2021).Bamsoet sekaligus menyampaikan saat ini MPR mendapati adanya aspirasi masyarakat untuk menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN). Aspirasi itu yang kemudian direspons MPR untuk melakukan amandemen terbatas UUD 1945.“Saat ini sedang ditunggu masyarakat, yaitu berkaitan dengan adanya arus besar aspirasi yang berhasil dihimpun MPR, yaitu kehendak menghadirkan Pokok-Pokok Haluan Negara,” ujar Bamsoet.Bamsoet menyadari jalan menuju ke arah amandemen memang masih panjang. Ia berujar jika mengacu pada 2 periode yang lalu, periode MPR 2009-2014 dan 2014-2019, PPHN umumnya hanya melalui undang-undang.Namun atas dasar rekomendasi MPR di dua periode tersebut dan periode MPR saat ini, MPR di bawah kepemimpinan Bamsoet diharapkan dapat mendorong PPHN dengan payung hukum yang lebih kuat, yaitu melalui TAP MPR.“Kenapa? Agar seluruhnya patuh dan tidak bisa diterpedo dengan perpu,” kata Bamsoet.Bamsoet mengatakan ada arus besar yang menginginkan bangsa Indonesia kembali memiliki bintang pengarah dalam jangka panjang. Mengingat sebentar lagi akan masuk pada tahun emas Indonesia pada 2045.Ia menilai dengan keunggulan yang dimiliki, seperti bonus demografi, rakyat Indonesia akan bertambah menjadi 318 juta pada tahun 2024 dan didominasi oleh anak-anak muda atau generasi muda produktif. Di mana 70 persennya adalah generasi produktif.“Diperlukan satu perencanaan yang visioner yang mampu membaca berbagai tantangan zaman yang terus menerus berkembang, sehingga arus besar ini harus menjadi perhatian kami di MPR bahwa nanti apakah akan dilakukan amandemen terbatas untuk mengakomodir arus besar ini, ataukah kembali seperti dulu lagi oleh undang-undang. Ini sangat tergantung pada dinamika politik yang ada, sangat tergantung pada stakeholders di gedung ini, yaitu para pimpinan partai politik, para cendekiawan, para akademisi, para praktisi yang dapat mewujudkan itu semua,” kata Bamsoet. Penulis: Zulkifli FahmiEditor: Zulkifli FahmiSumber: Suara.com

Baca Juga

Komentar