Kamis, 20 November 2025


Diduga impor emas batangan tersebut masuk dalam tindak pidana pencucian uang.

”Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, ’Mana kamu kan emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah?’,” kata Mahfud dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI mengutip Kompas.com, Rabu (29/3/2023).

BacaDPR Panggil Mahfud Md Hingga Sri Mulyani Soal Transaksi Mencurigakan Rp 300 T

Menurutnya, dalam penyelidikan yang dilakukan,  pihak bea cukai sempat berdalih bahwa impor yang dilakukan bukan emas batangan, tetapi emas murni. Kemudian, emas murni tersebut dicetak melalui berbagai perusahaan di Surabaya, Jawa Timur.

Namun, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), rupanya tidak menemukan keberadaan perusahaan yang dimaksud.
Mahfud juga mengatakan jika dugaan pencucian uang itu pernah diserahkan ke Kemenkeu oleh PPATK pada tahun 2017. Kala itu Laporan kejanggalan transaksi keuangan itu langsung diberikan melalui Dirjen Bea Cukai, dan Irjen Kemenkeu bersama dua orang lain.”Tapi hingga tahun 2020 laporan tak pernah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu. Maka, dugaan pencucian uang itu baru diketahui Sri Mulyani saat bertemu PPATK pada 14 Maret 2022,” terangnya.BacaDPR Akan Bentuk Pansus untuk Usut Transaksi Mencurigakan Rp 300 T di KemenkeuItu pun, lanjut Mahfud, data yang sampai ke Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani adalah soal pelanggaran pajak perusahaan, bukan dugaan pencucian uang di Ditjen Bea Cukai.”Sehingga ketika diteliti (pihak Kemenkeu) ’Oh ini perusahaannya banyak hartanya, pajaknya kurang,’. Padahal ini (dugaan pencucian uang) cukai laporannya,” tegas Mahfud.

Baca Juga

Komentar

Terpopuler